“STEREOTIP PEMERINTAH
MELALUI ANALISIS WACANA DALAM PENGARUH LAGU APARAT BANGSAT TERHADAP MASYARAKAT”
Studi Penelitian di kota Gresik
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa
adalah peralatan komunikasi yang digunakan oleh manusia. Tidak ada orang tidak
menggunakan bahasa karena bahasa adalah penting dalam Transaksisosial. Bahasa
digunakan ketika orang berkomunikasi dengan orang lain untuk menyampaikan
tujuan ketika mereka bertemu orang lain atau diri mereka sendiri. Manusia tida
kbisa lepas dari bahasa karena bahasa adalah alat yang digunakan untuk
membangun Transaksisosial.
Lagu merupakan
gubahan seni nada atau suara dalam
urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik)
untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan
(mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan
lagu. Perkataan dalam lagu biasanya berbentuk puisi berirama, namun
ada juga yang bersifat keagamaan
ataupun prosa bebas.
Lagu dapat dikategorikan pada banyak jenis, bergantung kepada ukuran yang
digunakan. Lagu juga mengandung unsure persuasive, dimana didalamnya mengandung
penyampaian pesan yang bertujuan untuk merubah paradigma pendengar. Unsure
persuasive ini dapat menjadi suatu budaya di kalangan tertentu (Ahmad, 2007).
Maka
dari itu, lagu dengan bahasa tertentu berpotensi besar mampu membawa unsure
persuasive yang sangat kuat kepada khalayak, tergantung penerimaan khalayak
tersebut terhadap interpretasinya kepada sebuah lagu. Penerimaan tersebut bisa
dikarenakan adanya kesamaan persepsi, prinsip, bahkan bisa dikarenakan
perkembangan mode. Maka dari itu, perkembangan lagu meliputi berbagai kalangan
; kalangan anak-anak, kalangan remaja, kalangan setengah baya, kalangan lanjut
usia, bahkan meliputi golongan-golongan tertentu yang mempunyai pola pikir yang
berbeda-beda. Jenisnya pun bermacam-macam, seperti aliran jazz, rock, pop, dll.
Realitas
yang terjadi adalah lagu dapat memberikan ruang khusus kepada khalayak dan
dapat mengubahnya menjadi suatu kelompok-kelompok besar, seperti aliran rock,
punk, Oi, slankers, dll. Lagu dalam music tersebut mampu mengubah perspektif
menjadi sebuah tindakan.
Fokus dari bentuk lagu tersebut adalah karakter music dan bahasa
lisan yang digunakan. Topik utama yang menjadi pokok dalam lagu tersebut banyak
dilandasi struktur sosial, yang dapat diasumsikan atau dimainkan dalam
percakapan. Ini menyangkut alat dan strategi yang dipakai orang ketika terlibat
dalam komunikasi, seperti memperkuat pengucapan untuk penekanan, penggunaan
metafora, pilihan kata-kata tertentu untuk mempengaruhi, dan sebagainya kepada
aliran tertentu. Dalam topic ini adalah aliran Punk.
Aliran Punk adalah aliran dari sekian banyak jenis lagu yang
notabenenya adalah “lagu perlawanan”. Dengan berlandaskan paham sosialisme,
mereka membawakan lagu-lagu dengan tema yang ekstrim, kontra terhadap segala
penindasan. Tentu saja kebanyakan lagu punk merujuk pada system pemerintahan
yang tidak adil. Intinya adalah penindasan, dan harapan aliran punk dalam
lagunya adalah system sosialisme (melihat dari sejarahnya). Sehingga dengan
adanya eksistensi lagu-lagu punk yang bertema perlawanan seringkali diartikan
kebanyakan pemuda sebagai acuan semangat kepahlawanan dengan kritik
pemerintahan melalui revolusi sebuah lagu, yang nantinya diharapkan mampu
mengubah stereotip masyarakat terhadap pemerintah yang tidak menggunakan paham
sosialisme.
Tehnik ini sebenarnya sudah berhasil sedikit mempengaruhi
stabilitas nasional pada zaman orde baru dulu. Dengan menggunakan aliran punk
sebagai motivator kaum buruh (ploretar), orde baru sedikit merubah
system-sistem ketenagakerjaan. Dan hal itu menjadi salah satu catatan sejarah
punk saat ini dengan judul lagunya “Marsinah”(seorang buruh perempuan yang
sangat kontra terhadap system buruh yang kemudian hilang karena penculikan pada
era soeharto). Tak begitu berbeda dengan lagu “Marsinah”, aliran punk yang
menakamakan grupnya “MARJINAL” juga membuat lagu yang berjudul “APARAT BANGSAT”.
Lagu ini menggambarkan ketidakbecusnan
aparatur Negara dalam bentuk pelayanannya kepada masyarakat. Dengan tema orde
baru, lagu ini masih eksis hingga sekarang di banyak kalangan pemuda sebagai
pelariannya terhadap sikap negatif aparatur Negara.
Dengan kata lain, lagu orde lama tersebut sangat kental
dengan ajakan penentangan dan ejekan kepada sistem aparatur era soeharto,
namun, kini zaman telah berubah, dan system telah banyak diganti dengan system
yang baru, dan lagu “APARAT BANGSAT” masih eksis di dunia music pemuda. Hal
tersebut dikhawatirkan akan menambah catatan stereotip masyarakat khususnya
pemuda dalam memandang aparatur Negara Indonesia, meskipun dalam pengertian
historis lagu tersebut bisa dikatagorikan hanya lagu sejarah dalam aliran music
punk.
Maka dari itu, peneliti menggunakan
penelitian kuantitatif dengan analisis wacana yang tidak hanya mengarah pada
konteks kewacanaan sosial, lingkungan, ekonomi dan politik, tapi juga melihat
pengaruh terhadap public dengan relevan sesuai dengan aturan penelitian. Hal
ini berhubungan dengan suatu komunitas yang dinamai masyarakat pengguna wacana
di dalam interaksinya. Diharapkan publik memperhatikan struktur kewacanaan yang
efektif dan komunikatif. Dengan kata lain, melalui pilihan kata yang tepat
diharapkan tujuan wacana disampaikan dapat memberi pembelajaran yang positif pada
berbagai kalangan masyarakat untuk malu melakukan sesuatu perbuatan, pekerjaan,
kebiasaan, dan tingkah laku yang kurang baik. Melalui sindiran, ejekan dalam
lagu yang bersifat sarkasme dan sinisme yang mampu mengungkapkan kondisi
sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Melalui penelitian ini peneliti akan
melakukan sebuah analisis wacana yang diberi judul “STEREOTIP
PEMERINTAH MELALUI ANALISIS WACANA DALAM PENGARUH LAGU APARAT BANGSAT TERHADAP
MASYARAKAT”.
I.2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu:
a. Bagaimanakah
Stereotype yang terkandung dalam lagu “APARAT BANGSAT”
b. Apakah
lagu “APARAT BANGSAT” berpengaruh terhadap masyarakat dalam pandangannya
terhadap pemerintah..
c. Pengaruh
apakah lagu “APARAT BANGSAT” terhadap masyarakat dalam pandangannya terhadap
pemerintah.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penulisan ini
adalah sebagaiberikut:
a. Mengungkap
makna stereotip yang terkandung dalam lagu “APARAT BANGSAT”.
b. Mengungkap
pengaruh lagu “APARAT BANGSAT” terhadap masyarakat dalam pandangannya terhadap
pemerintah.
c. Memenuhi
Syarat Ujian Akhir Semester mata kuliah Metode Penelitian Sosial
1.4
MANFAAT PENELITIAN
a. Diharapkan
masyarakat khususnya pemuda di gresik mempunyai pengetahuan baru tentang
pengertian lagu aparat bangsat
b. Diharapkan
mampu mengubah paradigma masyarakat khususnya pemuda di gresik dalam memahami
makna dalam syair lagu aparat bangsat.
c. Diharapkan
mampu menjadi refrensi baru dalam penelitian selanjutnya.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Ada
pengaruh lagu “aparat bangsat” terhadap pola pikir kalangan masyarakat kota
Gresik tentang pemerintah
2. Ada
pengaruh lagu “aparat bangsat” terhadap tindakan kalangan masyarakat kota
Gresik tentang pemerintah
3. Ada
pengaruh lagu “aparat bangsat” terhadap pola pikir budaya punk tentang
pemerintah melalui ajakan kepada masyarakat kota Gresik.
4. Ada
pengaruh lagu “aparat bangsat” terhadap tindakan kaum punk kepada pemerintah
melalui ajakan kepada masyarakat kota Gresik.
5. Ada
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan pola pikir masyarakat kota Gresik
tentang budaya punk.
6. Ada
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan pola pikir masyarakat kota Gresik
tentang stereotype pemerintah
1.6.1 Sejarah Orde Baru
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan
Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas
penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik
korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyatyang
kaya dan miskin juga semakin melebar. Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir
masa jabatannya.
Pengucilan
politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap
orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi criminal
dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan
digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang"
ke Pulau Buru. Sanksi noncriminal diberlakukan dengan pengucilan
politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen
penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksikekuatan lama ikut dalam
gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks
tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administrative yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR
tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang
dekat dengan Cendana (keluarga soeharto). Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering
kurang didengar oleh pusat.
Pembagian
PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus
disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah. Soeharto siap dengan konsep
pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II1966 dan konsep akselerasi
pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitaspolitik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan
kapital internasional,Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi.
Konflik
Perpecahan Pasca Orde Baru di masa Orde Baru pemerintah sangat
mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio
dan televise mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa".
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa,
Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur,dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari
program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain
dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara
itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam
pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan
terhadap para transmigran.
Dalam
orde baru, juga melahirkan banyak penyimpangan seperti Semaraknya korupsi,
kolusi, nepotisme, Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat, Munculnya rasa ketidak puasan di
sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin), Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat
Tionghoa), Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan, Kebebasan pers sangat
terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel, Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius", Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya), Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit
“Asal Bapak Senang”, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa
birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
Menurunnya kualitas tentara
karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang
memperhatikan kesejahteraan anak buah. Krisis finansial AsiaPada
pertengahan 1997, Indonesia diserang
krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat:
Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah
jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto melakukan
perlawanan dengan memakai pertahanan militer. Banyak korban berjatuhan sebelum
akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya
untuk masa bakti ketujuh. Dari sinilah, kemudian marjinal mulai mengangkat lagu
aparat bangsat sebagai semangat symbol perlawanan terhadap penindasan yang
dipelopori orde baru.
1.6.2 Sejarah dan Perkembangan Punk
Punk
lahir di Inggris dan Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir dekade 1970-an
sebagai respon spontan dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang
buruk (perang dingin, krisis minyak, konflik kelas, pengangguran, kemiskinan,
kesenjangan sosial). Beberapa kelompok anak muda dari kelas menengah dan
pekerja yang tidak puas dengan kebijakan dalam dan luar negeri pemerintahnya
melakukan semacam perlawanan melalui berbagai macam aktivisme. Selain aktivisme
politik, perlawanan juga dilakukan melalui aktivisme seni dan budaya. Dengan
semangat anti-kemapanan mereka bereksperimen dengan fashion dan musik yang
berbeda dengan apa yang disajikan oleh industri budaya arus utama.
Dalam
ranah musik, beberapa anak muda di Inggris dan Amerika pada akhir 1960-an dan
awal 1970-an melakukan eksperimen dengan musikalitas mereka. Bosan dengan jenis
musik yang disajikan oleh media arus utama (pop, glamour rock, disco), mereka
berusaha menciptakan jenis musik yang cenderung berbeda dari yang pernah ada
sebelumnya. Dengan mengkombinasikan karakter folk, rock ‘n’ roll, rockabilly,
garage rock, doo-wop, blues, ska, dan reggae, anak-anak muda ini melahirkan
genre baru yang disebut Dave Marsh (1971) dengan ‘punk rock’. Legs McNeil
(1976) kemudian mempopulerkan istilah ‘punk’ melalui majalah independen
(fanzine) yang ia bernama Punk Magazine. Baru pada akhir 1970-an, istilah
‘punk’ dan ‘punk rock’ diterima secara umum untuk mendeskripsikan jenis musik
yang dimainkan oleh scene musik di New York, khususnya di klab CBGB dan Max’s
Kansas City (Dunn 2008: 194).
Secara
auditorial, musik punk mampu mentransmisikan energi yang dapat mendorong
sebagian orang, baik itu musisi maupun audiens, untuk berani melepas energi
negatif yang membelenggu dirinya. Jika kita mendatangi konser-konser musik punk
atau underground, biasanya dapat ditemukan para penonton dan pemain melakukan
head-banging dan moshing bersama-sama. Sekilas jika
diperhatikan apa yang mereka lakukan (menabrakkan diri ke teman-teman yang
lain, menari dan berjingkrak tak beraturan di depan panggung) tampak seperti
sebuah aksi massa yang kacau dan tidak terkontrol, seolah seperti sebuah bentuk
kekerasan massal. Tapi menurut Kevin C. Dunn (2008: 195) dalam artikelnya yang
berjudul “Nevermind the Bollocks: the Punk Rock Politics of Global
Communication”, aksi ‘brutal’ tersebut sebenarnya adalah bentuk eskpresi mereka
untuk melepaskan diri dari segala beban mental dari kehidupan modern yang
destruktif dan penuh kemunafikan.
Punk
dapat masuk dan menyebar di Indonesia karena proses globalisasi. Meminjam teori
globalisasi dari Fredric Jameson, Michael Bodden (2005: 2) menyebutkan bahwa
dalam konteks negara yang otoriter dan represif, globalisasi dapat dilihat
sebagai sesuatu yang positif. Berbagai bentuk ide dan produk budaya yang datang
dari luar, dalam hal ini dapat memberikan semacam kebebasan kepada subjek yang
hidup dalam negara tersebut. Menurut Bodden produk-produk budaya populer dari
luar seperti Rap dan Punk, sangat membantu generasi muda Indonesia untuk
berekspresi dalam tatanan politik dan budaya yang dibangun oleh Orde Baru
(1966-1998).
Pada
masa Orde Baru, sangat sulit bagi generasi muda untuk mengekspresikan dirinya
secara bebas. Terkadang, istilah ‘bebas’ pun dianggap sebagai sesuatu yang
‘anomali’ dan subversif oleh kelompok dominan saat itu. Terkekangnya kebebasan
berekspresi di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang, yaitu sejak masa
kolonial hingga lahirnya Orde Baru pada tahun 1966. Peristiwa pembunuhan 500
ribu sampai satu juta orang lebih (Heryanto 1999; Collins 2002; Farid 2005)
yang dituduh aktivis dan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh militer
dan ormas-ormas yang digerakkan oleh militer pada tahun 1965-1966 memberikan
semacam ‘shock’ bagi kebanyakan rakyat Indonesia yang dampaknya masih terasa
hingga sekarang. Setelah masa itu rakyat menjadi trauma untuk berbicara dan
berpendapat secara bebas, apalagi mengkritik negara.
Orde
Baru juga membatasi ruang gerak politik kaum terpelajar, khususnya mahasiswa.
Melalui kebijakan ‘Normalisasi Kehidupan Kampus’ (NKK) pada tahun 1978
mahasiswa tidak diperkenankan melakukan politik praktis di dalam kampus. Setiap
gerak-gerik mahasiswa pada saat itu selalu dikontrol oleh negara melalui kaki
tangan negara pda level di universitas. Setiap kritik rakyat yang muncul dalam
bentuk verbal maupun non-verbal selalu direspon dengan intimidasi, dan jika
dinilai sangat ‘subversif’, ia akan berhadapan dengan militer.
Menurut
Bodden (2005) Orde Baru juga mengajukan konsep ‘budaya nasional’ yang
sebenarnya masih bersifat abstrak. Segala bentuk ekspresi budaya dari
masyarakat yang dinilai tidak sesuai dengan karakter bangsa akan disensor
bahkan dilarang untuk terus ada. Meskipun belum sampai tahap pelarangan,
musik-musik Barat seperti punk rock, rap, dan metal dianggap oleh Orde Baru
sebagai ‘Outlaw Genres’, atau jenis musik yang bertentangan dengan
norma dan adat istiadat di Indonesia. Disebut ‘outlaw’ karena bentuk
ekspresi dalam genre musik tersebut memuat elemen-elemen yang berpotensi
melawan patronasi yang dibentuk oleh masyarakat dominan.
Sejak
tahun 1966 Orde Baru telah membawa Indonesia kedalam struktur kapitalisme
global. Ide tentang perdagangan bebas, privatisasi dan komersialisasi diterima
sebagai norma yang akan membawa Indonesia lebih maju dan sejahtera. Ketika
Indonesia masuk ke dalam sistem ekonomi neo-liberal pada akhir 1980-an,
pemerintah semakin gencar mengeluarkan kebijakan privatisasi sumber daya alam
dan komersialisasi segala aspek kehidupan sehari-hari. Alih-alih membuat rakyat
Indonesia sejahtera, sistem ekonomi neo-liberal menyebabkan semakin tingginya
tingkat kemiskinan dan pengangguran, serta semakin lebarnya jurang pemisah
antara yang kaya dengan yang miskin, pemilik modal dengan buruh.
Dalam
konteks historis inilah budaya punk lahir dan berkembang di Indonesia. Budaya
punk lahir sebagai respons kritis terhadap tatanan sosial, politik, budaya, dan
ekonomi Orde Baru yang eksploitatif, opresif, dan hanya menguntungkan
kelompok-kelompok elit. Jauh dari bentuk imperialisme budaya, punk disini
justru diterima oleh kebanyakan anak muda Indonesia sebagai bentuk budaya yang
mampu membebasan mereka dari belenggu neo-imperialisme negara yang
berkolaborasi dengan aktor-aktor privat.
1.6.3 Sejarah Band Marjinal dan lagu Aparat Bangsat
Marjinal adalah
sebuah group musik band dari sekian banyak gruop band indie di indonesia yang
beraliran punk. Marjinal yang terinspirasikan atau ter-influncekan oleh Sex
Pistols, Bob Marley, Leo Kristi, Toy Dolls, Bad Religion , The Crass, Benyamin
S, dan Ramones memulai awal karirnya pada tahun 1997 ketika itu masih
menggunakan nama AA (Anti ABRI ) dan AM (Anti Military ) dalam komunitas
underground.
Band punk yang
berformasikan awal (1997) Romi Jahat (vocal), Mike (gittar ), Bob (bass),
Steven (drum), terbentuk atas latar belakang kesamaan dalam menyikapi belantika
hidup satu sama lainnya. Mereka berusaha menyampaikan suatu pesan akan suatu
penolakan maupun penerimaan dan harapan setelah apa yang dirasa , dilihat , di
raba , dan di dengar dalam kehidupan sehari-hari.
Memasuki tahun
2001 band punk ini mulai menanggalkan nama AA dan AM, mereka resmi menggunakan
nama baru yaitu Marjinal. Nama baru di dapat ketika Mike, sang vokalis
terinspirasi oleh nama pejuang buruh perempuan “Marsinah..Marsinah..MArjinaL”
asal Surabaya yang sangat berani dalam meperjuangkan haknya sebagai kaum buruh.
Namun sayang belum sampai pada saatnya, marsinah wafat dalam tugas suci yang
mulia akibat penyiksaan yang dilakukan oleh aparat berseragam loreng sebagai
anjing-anjing peliharaan sang kapitalis. Tidak hanya itu Marsinah pun
menginspirasikan Marjinal dalam meriliskan album ke-3 dengan judul album
”Marsinah” bercoverkan wajah marsinah dengan format hitam putih. Luar biasa,
Judul lagu ”Marsinah” yang sama dengan judul albumnya, sangat familiar sekali
karena banyak kalangan anak muda menyanyikan lagu ”Marsinah” di tongkrongan,
studio musik, bahkan dalam sebuah pagelaran musik.
Di tahun 2005
Marjinal kembali menelorkan album ke-4 dengan tema sang ”Predator” yang terdiri
kaset 1 & 2. Proses penggarapan album ke-4 ini sudah megalami kemajuan
karena di dukung dengan alat yang mumpuni, sangat berbeda jauh sekali jika
bandingkan album sebelumnya, baik di lihat dari design cover maupun hasil
rekaman kaset.
Selama
kiprahnya di industri musik indie, Marjinal sudah mengalami beberapa kali
gonta-ganti atau bongkar pasang personil, dan sampai saat sekarang ini marjinal
masih di perkuat oleh Romi Jahat (vocal), Mike ( gitar), bob (bass), Proph
(drum) yang kini untuk terus berjalan bersama agar tetap hidup berusaha
menyampaikan pesan sebuah amanat penderitaan rakyat yang dituangkan dalam
bentuk media musik.
Selain predator, marjinal juga memiliki sebuah lagu
yang di dalamnya menggambarkan kisah para demonstran yang “chaos” melawan
pemerintah. Dalam kasus ini, marjinal mengangkat Orde Baru sebagai pemeran
antagonis nomer satu dalam perjuangan kaum marjinal tersebut. Terlihat dengan
kasus-kasus yang diangkatnya adalah kasus yang terjadi pada zaman Suharto.
Inilah penggambarannya :
Indonesia negri berdarah, Berbagai macam
peristiwa
Banyak rakyat yang ditembaki, untuk Negara
demokrasi.
Dalam sajak
tersebut, terungkap bahwa marjinal memakai paradox kalimat yang dramatis,
seolah menggambarkan Negara yang demokratis, namun kenyataannya otoriter
(menembaki rakyat).
Ambon, Aceh dan Timor Leste (Serta tragedi
yang lainya)
Sudah banyak saudara kita (Yang jadi korban
demi harta)
Tragedi Semanggi, tragedi Trisakti, tragedy
27 Juli
Peristiwa Ambon, peristiwa Tanjung Periok,
Peristiwa Malari Banyuwangi
Dalam sajak di
atas, marjinal mencoba mengingatkan audiens tentang kejadian-kejadian Orde Baru
yang dijadikan rujukan dalam lagu.
Sampai kapan ini terjadi? Dijajah bangsa
sendiri?
Ayo kawan rapatkan barisan, untuk melawan
penindasan,
Tentara keparat, aparat bangsat, militer
anjing tai kucing
Dan kemudian
dengan kalimat di atas, marjinal mulai melakukan penyadaran yang bersifat
persuasive, mengajak audiens untuk turut tergerak dengan kata pembangkitnya
yang merupakan symbol pengucilan terhadap tentara, aparatur, dan militer.
1.7
KERANGKA TEORI
Setiap
penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam
memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana akan
disoroti (Nawawi,2001:39). Dalam penelitian tentang STEREOTIP PEMERINTAH
MELALUI ANALISIS WACANA DALAM LAGU APARAT BANGSAT ini garis besarnya ada di
analisis wacana kritis (Critical Discourse Analisys) dengan tehnik penelitian
gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian pun menggunakan tehnik
kuantitatif untuk menentukan angka pengaruh dari lagu tersebut, sedangkan
tehnik kualitatif dimaksudkan untuk ngurai makna dan stereotype yang terkandung
dalam lagu tersebut.
1.7.1 Critical Discourse Analisys
Dalam
pelaksanaannya, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian
dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana
dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu
ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi).
Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan
bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan problematika sosial.
Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan
pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai paradigma penelitian.
Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha memahami makna yang
teradapat dalam sebuah naskah, melainkan acapkali menggali apa yang terdapat di
balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan.
Aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, song, and artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya lagu tentang politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat
analisis wacana yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian,
dan metode analisis wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi
secara simultan terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian
analisis wacana.
Untuk perspektif teori, dalam analisis wacana sebagai metode
penelitian sosial lazimnya memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori
wacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentu yang sesuai dengan tema
penelitian, misalnya teori politik, teori kekuasaan, teori gender, teori
ekonomi-politik, teori ideologi, dan sebagainya. Teori subtanstif diperlukan
untuk menjelaskan bidang permasalahan penelitian analisis wacana dari perpektif
teori yang bersangkutan.
Lebih lanjut,
Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana adalah bagaimana bahasa
menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya
masing-masing. Berikut disajikan karakteristik penting dari analisis kritis menurut
mereka11 above:
1.
Tindakan. Wacana dapat dipahami sebagai
tindakan (actions) yaitu mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi.
Sesorang berbicara, menulis, menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan
berhubungan dengan orang lain. Wacana dalam prinsip ini, dipandang sebagai
sesuatu yang betujuan apakah untuk mendebat, mempengaruhi, membujuk, menyangga,
bereaksi dan sebagainya. Selain itu wacana dipahami sebagai sesuatu yang di
ekspresikan secara sadar, terkontrol bukan sesuatu di luar kendali atau diekspresikan
secara sadar.
2.
Konteks. Analisis wacana mempertimbangkan
konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana
dipandang diproduksi dan di mengerti dan di analisis dalam konteks tertentu.
Guy Cook menjelaskan bahwa analisis wacana memeriksa konteks dari komunikasi:
siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; kahalayaknya, situasi
apa, melalui medium apa, bagaimana, perbedaan tipe dan perkembangan komunikasi
dan hubungan masing-masing pihak. Tiga hal sentaralnya adalah teks (semua
bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas, tetapi
semua jenis ekspresi komunikasi). Konteks (memasukan semua jenis situasi dan
hal yang berada dilar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, situsai dimana
teks itu diproduksi serta fungsi yang dimaksudkan). Wacana dimaknai sebagai
konteks dan teks secara bersama. Titik perhatianya adalah analisis wacana
menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi.
3.
Historis, menempatkan wacana dalam
konteks sosial tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks.
4.
Kekuasaan. Analisis wacana
mempertimbangkan elemen kekuasaan. Wacana dalam bentuk teks, percakapan atau
apa pun tidak di pandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar dan netral tetapi
merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksudkan
adalah salah satu kunci hubungan anatara wacana dan masyarakat.
Ideologi adalah
salah satu konsep sentral dalam analisis wacana kritis karena setiap bentuk
teks, percakapan dan sebaginya adalah paraktik ideologi atau pancaran ideologi
tertentu. Dalam hal ini, punk merupakan
ideology sebagai bahan penelitian.
1.7.2
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Penelitian
kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, interpretatif, konstruktivis,
naturalistik-etnografik, pendekatan fenomenologis dan penelitian dengan pola
pencarian dari dalam, memulai kegiatannya dengan konsep-konsep yang sangat
umum, kemudian selama penelitian, konsep-konsep yang sangat umum itu
diubah-ubah dan direvisi sampai bertemu dengan kesimpulan yang sangat kuat.
Dengan kata lain, variabel ditemukan dan dirumuskan kembali, bukan di awal.
variabel merupakan produk penelitian yang ditemukan kemudian. penelitian
kualitatif menggunakan lensa besar dan menampak serta memperhatikan pola-pola
saling berhubungan antara berbagai variabel yang sebelumnya belum pernah
ditemukan. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan holistik, menyeluruh.
Penelitian
kualitatif menjadikan peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian untuk
mengumpulkan data atau informasi. Peneliti diminta luwes dan mampu membuat atau
memberikan pandangan sendiri atas hal-hal atau fenomena-fenomena yang
dilihatnya. penelitian kualitatif masalah penelitian tidak dapat di
formulasikan secara jelas dan jawaban dari responden juga sangat kompleks,
sehingga wawancara mendalam mungkin sangat efektif dalam pengumpulan data.
Penelitian kualitatif cenderung tertarik dengan konsep-konsep, bukan berapa
kalinya sesuatu.
Penelitian
kuantitatif disebut juga penelitan rasionalistik, fungional, positivisme, dan
penelitan dengan pola pencarian kebenaran dari luar, mengisolasi
variabel-variabel dan kemudian menghubungkannya dalam hipotesis. Selanjutnya
menguji hipotesis itu dengan data yang dikumpulkan. variabel-variabel menjadi
alat atau komponen utama dalam melakukan analisis.
penelitian
kuantitatif memandang melalui lensa kecil, melihat dan memilih serta
memperhatikannya hanya beberapa buah variabel saja. penelitian kuantitatif
menggunakan instrumen yang ditentukan terlebih dahulu, dan instrumennya sangat
tidak fleksibel dan juga tidak reflektif yaitu tidak mengandung interpretasi.
Penelitian kuantitatif menuntut jawaban yang pasti, jelas, tidak ambigu, dan
oleh karena itu instrumen dalam bentuk kuesioner mungkin sangat tepat dalam
pengumpulan data. penelitian kuantitatif juga bermain dengan angka-angka, yaitu
mengkuantifikasi sampel terhadap populasi, dan mengangkakan karakteristik
variabel-variabel penelitian.
1.8
TINJAUAN PUSTAKA
1.8.1 M. YASSER ARAFAT - NIM. 02541168, (2008)
KONSTRUKSI FORMASI DIRI DALAM LIRIK LAGU SLANK (Studi Analisis Wacana Kritis
Atas Lirik Lagu Slank). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Slank
adalah grup musik besar di Indonesia. Slank telah memproduksi 15 album, 4 album
live, 6 album the best, beberapa lagu independen, dan pada tahun 2008 ini,
Slank akan memproduksi album internasional. Melalui musik, Slank berbicara
tentang apa saja; diri, sikap, lingkungan, bangsa dan negara, hingga dunia
kesehariannya yang remeh. Satu hal yang menarik minat penulis adalah bahwa di
dalam lirik lagunya, Slank menampilkan proses individu yang membentuk dirinya.
Diri adalah pencapaian keberadaan individu sebagai manusia yang berinteraksi
dengan dirinya sendiri, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Diri merupakan proses
mental yang tidak ditentukan oleh kesadaran psikologis, melainkan oleh proses
sosial. Sosiologi diri merupakan sesuatu yang mencakup ketunggalan individu dan
masyarakat. Sedangkan formasi diri adalah bentuk diri individu yang mengendap
menjadi suatu model interaksi di dalam proses sosial.
Meski
telah menjadi model, formasi diri tidak pernah berhenti di dalam proses sosial.
Secara teoretik, keterbentukan diri dalam lirik lagu Slank dapat dilacak dengan
menggunakan teori dialektika fundamental Peter L. Berger, yaitu momentum eksternalisasi,
internalisasi, dan obyektivasi. Hal tersebutlah yang penulis teliti dalam 5
lirik lagu Slank: Anak Terbuang, Generasi Biru, Ngangkang, Virus, dan
Slankisme, dengan hermeneutika sebagai pendekatan, dan Analisis Wacana Kritis
(AWK) sebagai teknik analisis. Hermeneutika dipakai untuk menafsirkan lirik
lagu Slank sebagai teks yang berbicara. Peneliti berfungsi sebagai penafsir
yang memahami (verstehen) makna teks. Sedangkan AWK dipakai untuk melihat lirik
lagu sebagai wacana yang sarat makna, pengaruh, kekuasaan, ideologi, dan
kepentingan.
Analisis
atas lirik lagu Slank menghasilkan tiga model formasi diri. Pertama,
resistensi. Kedua, dialog. Ketiga, konformisme. Tiga model ini terbentuk
melalui proses dialektika individu yang mengeksternalisasi, mengobyektivasi,
dan menginternalisasi di dalam dunia. Proses itu tidak berhenti di model
ketiga. Ia selalu berdialektika selama individu menjalani hidupnya di dunia. Aktivitas
individu untuk membangun tatanan manusiawi yang diresapi dalam formasi dirinya
menjadikan hal itu sebagai kosmos yang keramat. Itulah agama dalam formasi diri
yang hadir sebagai fenomena manusiawi, bukan agama sebagai wahyu Tuhan. Sebagai
teks yang diproduksi oleh grup musik, maka konteks aktor yang sedang membentuk
formasi diri di dalam teks lirik lagu Slank itu adalah Slank itu sendiri. Hal
ini dapat dibuktikan dengan usaha rekonstruksi dan pembagian sejarah Slank ke
dalam tiga fase formasi diri di atas. Sedangkan historisitasnya dan posisi
agama di dalamnya, dibentuk oleh; budaya massa, karakter seniman, kultur Rock
N' Roll, dan sekularisasi. Pemahaman kontekstual atas formasi diri dapat
diletakkan dalam persoalan pencarian arah diri kultural bangsa Indonesia. Hal
ini terkait dengan realitas globalisasi dan eksistensi tradisi di Indonesia,
atau antara nilai baru yang progresif dan nilai lama yang konservatif. Tiga
formasi diri yang penulis ungkap di atas, memiliki relevansi dalam persoalan
itu. br br
1.8.2
Setiowati, Endang and Pravita Wahyuningtyas, Bhernadetta (2011) MARJINALISASI
PEREMPUAN PERTAMA MELALUI LAGU SUATU ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP LAGU
JADIKAN AKU YANG KEDUA. Jurnal Humaniora, 02 (02). ISSN 2087-1236
Sepanjang
2006 dan 2007, ada banyak lagi yang liriknya mengandung makna perselingkuhan
atau poligami. Hal itu juga diikuti dengan fenomena poligami dan perselingkuhan
yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat terkenal dari pebisnis, politisi,
sampai akademisi. Satu dari lagu terkenal itu berjudul Jadikan Aku yang Kedua.
Secara mengejutkan, walaupun judul lagu tersebut menunjukkan lagunya bermakna
poligami, mayoritas pendengar yang meminta lagu itu di radio adalah wanita.
Penelitian
ini menunjukkan tentang marginalisasi wanita yang dibicarakan dalam lirik lagu
ini. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana kritis dengan
teknik analisis menggunakan model Norman Fairclough. Artikel ini juga
menggunakan kerangka teoritis subtantif, yaitu hegemoni, ideologi, dan feminism
serta teori analisis kajian dari Michael Foucault. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lagu tersebut merupakan kajian untuk memarginalkan wanita pertama, tetapi
menguatkan wanita kedua. Penulis lagu memiliki kemampuan untuk merefleksikan
ideologi pendengar terhadap ideologi patriarki, dan menggunakannya untuk
menyemangati wanita untuk berani menjadi yang kedua.
1.8.3 Nadya
Nurfadhillah Delima Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI – Skripsi
ANALISIS WACANA KRITIS LIRIK LAGU EMINEM
Skripsi ini menganalisis sebuah lirik lagu Eminem yang berjudul Brain
Damage dari albumnya The Slim Shady Show. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif. Analisis skripsi ini terfokus pada kata-kata
yang digunakan dan ragam bahasa Black English dan slang Amerika yang terdapat
dalam lirik lagu Brain Damage. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui maksud
penggunaan kata-kata tertentu dan Black English serta slang Amerika dalam lirik
lagu tersebut dan hubungannya dengan latar belakang kehidupan Eminem dahulu.
Penulis mengaitkan teori analisis wacana kritis dengan teori transkultural
Pennycook, black English, dan slang Amerika, untuk menganalisis lirik lagu
tersebut dan melihat penyebaran budaya hiphop. Hasil penelitian membuktikan
bahwa terdapat hubungan antara latar belakang kehidupan Eminem dengan
penggunaan kata-kata tertentu dalam lirik lagunya.
Daftar Pustaka
·
M.
Yasser arafat - nim. 02541168, (2008) konstruksi formasi diri dalam lirik
lagu slank (Studi Analisis Wacana Kritis Atas Lirik Lagu Slank). Skripsi
thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 04 May 2012. Digital library : Blog.
[diakses 27 oktober 2012], http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/988
·
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS
·
Jurnal Humaniora > Volume 02 / Nomor 02 / October
2011_marjinalisasi perempuan pertama
melalui lagu suatu analisis wacana kritis terhadap lagu jadikan aku yang kedua
[Accessed 27 Oktober 2012], http://eprints.binus.ac.id/id/eprint/13956
·
Bagong Suyanto dan Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial. Jakarta:
Kencana
·
Ahmad 2012 Metode
Penelitian Sosial : Analisis Wacana Kritis. Lecture notes distributed in
the topic presentation of Critical Discourse Analisys. Trunojoyo University,
Man-Made on October 2012
·
Scrib.com [diakses 24 Oktober 2012] Web :
http://www.scribd.com/doc/14978692/sejarah-orde-baru
·
Tesisdisertasi.blogspot.com
[diakses 25 Oktober 2012] , http://tesisdisertasi.blogspot.com/2009/12/rumus-rumus-pengambilan-sampel.html
·
4skripsi.com
[diakses 25 Oktober 2012] http://www.4skripsi.com/metodologi-penelitian/penelitian-korelasi.html#axzz2AVX9zgz9
·
Kompasiana.com
[diakses 25 oktober 2012], http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/06/12/sejarah-punk-lifestyle-bahasa-serta-simbol-simbol-yang-menyertainya/